Friendly Neighbor: Riso Art with RPFF

Ketika dua seniman, Agugn dan Sekarputi—pasangan suami istri sekaligus duo kreatif di balik RPFF—pindah ke Bali pada 2018, mereka dihadapkan pada kehidupan yang benar-benar berbeda dari yang biasa mereka jalani. Besar di kota dengan dikelilingi gedung-gedung dan keramaian, tiba-tiba mereka bangun pagi dengan pemandangan sawah, kicau burung, dan langit yang terbentang luas. Indah, asing, dan quietly life-changing.

Pengalaman itu menjadi inspirasi nama identitas kolaboratif mereka: RPFF, singkatan dari Rice Paddy Field Forever, yang juga loosely merujuk pada lagu The Beatles, Strawberry Fields Forever—sebuah lagu yang terasa introspektif, surealis, dan cukup melankolis untuk menangkap momen tersebut. Ini adalah cara mereka mengabadikan rasa “tiba”—dikelilingi alam setelah bertahun-tahun hidup di kota. Dan ini juga menandai awal perjalanan kreatif mereka, baik sebagai pasangan maupun partner kolaborasi.

Tapi seperti halnya proses kreatif lainnya, RPFF tidak pernah statis. Selama bertahun-tahun, nama itu menjadi semacam wadah—sesuatu yang mereka bawa, tapi tidak selalu digenggam erat. Dalam banyak proyek dan pameran, mereka masih lebih dikenali sebagai seniman individu dengan gaya dan jalur kariernya masing-masing. Namun, ada yang berubah tahun 2024. Tahun ini, Sekarputi memutuskan untuk terjun penuh ke dunia riso printing. Dan dari langkah itu, lahirlah makna baru untuk nama mereka: Riso Print for Friends.

Bukan sekadar pergantian nama. Ini adalah rebirth. Dan dengan itu, lahir pula proyek baru yang menyenangkan: Friendly Neighbor: Riso Art with RPFF.

Debut di Art Jakarta: Booth RAD S33, 4-6 Oktober 2024

Proyek ini pertama kali muncul di publik di Art Jakarta 2024, di mana RAD (Ruang Arta Derau)art space yang juga dikelola oleh Sekarputi dan Agugn, serta rumah baru RPFF—menyediakan booth yang kolaboratif. Di sini, Friendly Neighbor hadir sebagai perayaan hangat dan penuh warna dari seni cetak (printmaking), persahabatan, dan komunitas kreatif.

Untuk edisi pertama ini, RPFF mengundang 24 seniman dari seluruh Indonesia—dari berbagai daerah seperti Bali, Bandung, Yogyakarta, Jakarta, dan Makassar—untuk bersama-sama mengeksplorasi kemungkinan seni cetak riso. Bahkan Eddie Hara, yang kini tinggal di Basel, Swiss, ikut berpartisipasi dalam proyek ini. Setiap seniman membawa visi, energi, dan suara mereka sendiri yang terasa begitu beragam.

Jadi, Friendly Neighbor debut di Art Jakarta 2024, kalau boleh jujur, sepertinya tidak ada panggung yang lebih pas. Sebagai salah satu acara seni kontemporer terbesar di Asia Tenggara, Art Jakarta menjadi tempat berkumpulnya seniman, kolektor, dan audiens—arena yang sempurna untuk proyek Friendly Neigbor yang berakar pada kolaborasi, keragaman, dan artistic friendship

Promotional poster dan booth untuk Ruang Arta Derau di Art Jakarta 2024 (booth scene)

Diluncurkan di Jakarta, sebuah pusat urban yang sibuk, Friendly Neighbor memberi kesan pertama yang berani dan bermakna—yang menggema dengan esensi dari proyek itu sendiri. Dengan melangkah ke dalam lanskap dinamis Art Jakarta, inisiatif ini menyentuh percakapan yang lebih luas tentang seni cetak, keberlanjutan, dan kekayaan jaringan kreatif. Di pusat dari semuanya adalah mesin Riso—bukan hanya alat cetak, tetapi pengikat yang menyatukan kolaborasi ini. Dikenal dengan tekstur bertumpuk, pigmen bold, dan hasil yang bisa tak terduga, mesin Riso menawarkan playground yang sempurna untuk eksplorasi dan eksperimen.

RPFF memanfaatkan potensi penuh dari mesin ini dengan sentuhan ramah lingkungan: menggunakan tinta berbasis kedelai pada kertas 170gsm White Vellum Fedrigoni, dengan tetap setia pada proses yang playful dan mindful. Hasil cetakan tersebut menangkap berbagai gaya dan mood—beberapa bold (seperti Inner Bloom oleh Martcellia Liunic), beberapa lembut (seperti The Last Third of the Night oleh Yudho); ada yang berakar pada nostalgia (Back to School oleh Adi Gunawan), ada pula yang mendorong ke masa depan (A Note of Strength oleh Sukutangan). Namun, di seluruh spektrum ini, setiap karya berbicara dalam bahasa yang sama: tentang koneksi dan keterhubungan, sebuah kesatuan yang mendefinisikan “Friendly Neighbor”.

(Kiri ke kanan, clockwise): Inner Bloom by Martcelia Liunic (2024), The Last Third of the Night by Yudho (2024), A Note of Strength by Sukutangan (2024), Back to School by Adi Gunawan (2024). Semua karya dicetak riso dengan ukuran 38×29cm, numbered dan embossed.

A Visual Manifesto of Friendship

Di Art Jakarta, booth RAD terasa seperti mini festival penuh dengan ide-ide. Dindingnya dipenuhi riso print, keramik, dan karya-karya yang terinspirasi dari totem—sebuah kelanjutan dari kolaborasi antara Agugn dan Puti. Jejak-jejak mereka dapat ditemukan di mana-mana: di tekstur, palet warna, dan bentuk-bentuknya. Namun, yang membuat booth ini benar-benar menonjol adalah kehadiran begitu banyak seniman berbeda, masing-masing membawa cerita mereka sendiri ke dalam karya.

Meskipun karakter unik mesin Riso—yang merupakan hybrid antara proses manual dan mekanis (dengan sifatnya yang tak terduga; sebuah mesin yang masih memungkinkan terjadinya happy accident dan ketidaksempurnaan pada hasil akhirnya)—terpampang jelas, detak jantung sejati dari proyek ini berasal dari orang-orang yang terlibat, masing-masing membawa ritme, gaya, dan cerita mereka ke dalam kolaborasi ini.

Beberapa dari mereka sudah tidak asing bagi RAD. Seniman seperti Arwin Hidayat, Surya Subratha, Kunci SV, dan Eka Sudarma Putra baru saja menyelesaikan Sopan Santuy—sebuah pameran kelompok yang menyenangkan di RAD pada September 2024. Partisipasi mereka dalam Friendly Neighbor terasa seperti kelanjutan alami dari momentum tersebut, sebuah ekspansi dari percakapan yang sudah mereka mulai melalui lukisan, patung, dan instalasi. Ini adalah cara lain untuk menerjemahkan suara mereka ke dalam bentuk cetak, serta membawa energi dari ruang fisik RAD ke audiens yang lebih luas.

Namun, satu kontribusi mencuri perhatian dengan makna emosional yang lebih dalam: penyertaan karya-karya yang sebelumnya belum pernah dilihat dari almarhum Ipong Purnama Sidhi. Empat karya beliau dalam proyek ini didasarkan pada sketsa-sketsa dari buku sketsa pribadinya, yang dibuat sekitar tahun 2017-2018. Tenang, reflektif, dan “mentah,” sketsa-sketsa tersebut membawa kedekatan tertentu. Dalam banyak hal, karya ini menjadi penghormatan posthumous terhadap warisan Ipong, sekaligus pengingat tentang bagaimana seniman masih bisa berbicara kepada kita meskipun mereka sudah tiada. Dalam konteks Friendly Neighbor, penyertaan Ipong menjadi lebih dari sekadar simbolisme—ini adalah pengingat yang sangat personal bahwa persahabatan dan dialog artistik tidak harus berakhir. Itu bisa berlanjut dalam bentuk baru—dalam hal ini, melalui sketsa yang terlahir kembali dalam tinta riso.

Sungai Petani by Ipong Purnama Sidhi (2017, made into riso print in 2024), 17.5×22cm.

Daftar lengkap seniman yang terlibat dalam Friendly Neighbor seperti peta berwarna dari lanskap kreatif Indonesia—setiap nama adalah warna yang berbeda, setiap cetakan adalah suara yang berbeda. Bersama-sama, mereka telah menciptakan sebuah pernyataan visual, seperti bagaimana tetangga membawa cerita mereka masing-masing, namun tetap menjadi bagian dari komunitas yang sama.

Berikut adalah daftar lengkap seniman yang bergabung dalam edisi pertama Friendly Neighbor:

 AGUGN
SEKARPUTI SIDHIAWATI
IPONG PURNAMA SIDHI
AGUS KEPALA KOSONK
ARWIN HIDAYAT
SURYA SUBRATHA
EDDIE HARA
YKHA AMELZ
YUDHO
DIELA MAHARANI
MICHAEL ALEXANDER (MEK.T)
NAELA ALI
RESTU RATNANINGTYAS
IKA VANTIANI
DARMIKA SOLAR
KUNCIR SATYA VIKU
YULINAR RUSMAN
CITRA SASMITA
ADI GUNAWAN (BENANG BAJA)
MARTCELLIA LIUNIC
RINALDO HAARTANTO
WICKANA
ESP (EKA SUDARMA PUTRA)
SUKUTANGAN
NPAAW
VENDY METHODOS
FERANSIS

The Bigger Picture: A Shift in Space, Spirit, and Story

Meski cetakan riso menjadi bintang utama dalam proyek ini, cerita di balik Friendly Neighbor sebenarnya jauh lebih dalam. Proyek ini menjadi momen full circle bagi Agugn dan Sekarputi—bukan hanya secara kreatif, tapi juga secara personal. Awal tahun 2024, mereka resmi memindahkan studio mereka ke utara dari lokasi sebelumnya, dan berganti nama menjadi RAD artspace. Bagi mereka, ini bukan sekadar pindah alamat—tapi membuka babak baru.

Gagasan menjadi “tetangga yang ramah/bageur/baik hati” berubah dari sesuatu yang simbolis jadi sesuatu yang sangat literal. Ada harapan, niat baik, bahkan semacam doa kecil: untuk bisa hadir dengan cara yang positif, untuk memberi kontribusi, dan untuk terhubung dengan sekitar. Itulah niat yang diam-diam jadi kompas yang mengarahkan pilihan-pilihan mereka—entah itu saat terus berkarya bersama dalam proyek  commissioned, mengadakan workshop risografi, atau membuka ruang studio untuk kolaborasi kreatif bersama teman-teman seniman lainnya.

Meski Agugn dan Sekarputi masih punya banyak proyek pribadi masing-masing, mereka tetap saling mengorbit di ruang kreatif yang sama, berbagi alat, ide, dan kecintaan membuat sesuatu—terutama bersama teman. Lewat RPFF, mereka mengubah studio yang dulu hanya bersifat pribadi menjadi semacam pusat kreativitas: penuh permainan, terbuka, dan selalu siap untuk kolaborasi.

What’s Next for Friendly Neighbor?

Kalau Friendly Neighbor dimulai sebagai semacam eksperimen penuh harapan—semacam acara open house yang diadakan oleh RPFF—maka proyek-proyek yang akan datang bisa dibilang sebagai pesta pindahan yang sesungguhnya.

Mulai dari 20 Maret hingga 10 Mei 2025, Friendly Neighbor mengambil alih dinding galeri di Ruang Arta Derau (RAD) dengan pameran khusus cetak seni risografi oleh RPFF. Pameran ini akan menampilkan semua karya yang diproduksi oleh 24 seniman + 2 seniman sekaligus tuan rumahnya + 1 seniman honorary (ya, kami hitung Ipong Purnama Sidhi sebagai seniman ke-27).

Pameran ini bukan hanya versi ulang dari apa yang ditampilkan di Art Jakarta 2024. Ini adalah kesempatan untuk menikmati karya-karya tersebut—dan cerita-cerita di baliknya—dalam suasana yang lebih akrab. Pengunjung bisa menyelami berbagai bentuk kolaborasi, melihat bagaimana tiap seniman menerjemahkan medium Riso, dan bahkan mengintip sedikit proses kreatif, kegembiraan, dan proses di balik layarnya.

Pameran ini juga menjadi momen penting bagi RAD untuk benar-benar membumikan semangat Friendly Neighbor di ruang fisiknya sendiri. Karena sejak awal, ide utama proyek ini adalah tentang menjadi tetangga yang baik—bagi sesama seniman, bagi komunitas, dan bagi peluang-peluang kreatif yang muncul saat orang-orang berkumpul. Ini semacam ajakan yang hangat: “Ayo masuk, Tetangga. Yuk, bikin sesuatu bersama.”

Ironisnya, walaupun proyek Friendly Neighbor ini menandai babak baru bagi Riso Print For Friends, semangat dasarnya masih sangat terhubung dengan singkatan awalnya—Rice Paddy Field Forever, yang terinspirasi dari lagu Strawberry Fields Forever. Seperti liriknya, “nothing is real, and nothing to get hung about,” proyek ini juga memeluk semangat terbuka dan mengalir begitu saja. Nama RPFF sendiri bersifat dinamis—siap ditafsirkan ulang, diubah, atau dimainkan sesuai kebutuhan—seperti sifat proyek dan medium Riso yang terus berevolusi. Ini mencerminkan kebebasan untuk bermain, mengeksplorasi yang tak terduga, dan tidak terlalu ngotot pada hasil yang sempurna—karena yang paling penting adalah menikmati prosesnya. Pada akhirnya, entah itu Riso Print For Friends atau Rice Paddy Field Forever, semangat sejati RPFF mungkin pas digambarkan sebagai Really Playful, Forever Fluid.

Next
Next

Sopan Santuy: Saat Tradisi Bertemu Playful Rebellion