Rizibë: ISLE PROMISE - Only Count The Days That Are Bright
Awal Januari 2024, kami mulai pindah dari studio lama ke Ruang Arta Derau (yang pendeknya disebut dengan RAD)—dan pada momen-momen hectic itu, kami berkesempatan menyambut Rizibë, atau Mriz Sidah, di Residency Unit kami.
Dari Maret hingga Mei 2024, Rizibë menetap sebagai seniman residensi kami, menyelami proses kreatifnya dan berkolaborasi dengan beberapa pengrajin lokal untuk mewujudkan ide-idenya. Perjalanan residensinya di RAD tidak melulu mulus—dia harus menyesuaikan diri dengan upacara keagamaan Nyepi yang sempat menghentikan eksplorasi seninya. Belum lagi proses perpindahan kami ke studio baru juga lumayan banyak tantangan. Tapi, kami benar-benar terkesan dengan caranya menghadapi semua itu. Meski ada hambatan, Rizibë tetap fokus dan berhasil menciptakan karya-karya yang stunning selama masa residensinya.
Yang menarik, bagi Rizibë, residensi ini bukan cuma tentang menghasilkan karya. Ini tentang perjalanannya. Ia sangat menekankan pentingnya proses dan cerita di balik setiap karyanya, itulah alasan dia ingin menonjolkan karya barunya ini dan memamerkan perjalanan kreatifnya melalui sebuah pameran.
Menyaksikan proses kreatif Rizibë dan membantu mengatur pamerannya, kami jadi duduk di barisan kursi terdepan untuk melihat langsung antusiasme, pergulatan batin, serta kolaborasi luar biasa yang ia lakukan dengan banyak pengrajin di Bali. Kami melihatnya sebagai sosok yang penuh harapan yang meski harus menanggung beban tantangan hidup, dia tetap menemukan cara melewatinya dengan positif. Serius, melihat proses dan perkembangannya menjadi pengalaman yang sangat menyenangkan bagi kami. Semua ini membuat kami berpikir: bagaimana seseorang bisa bertahan tanpa harapan? Melalui pamerannya, "Isle Promise (Only Count the Hours That Are Bright)", Rizibë menunjukkan jawabannya memang tidak bisa.
Pengaruh Warisan Budaya
Lahir dalam latar belakang kaya percampuran budaya Bugis, Jawa, India, Thailand, dan Asia Selatan, seniman asal Singapura, Rizibë, membawa perspektif yang unik dan sangat personal ke dalam karyanya. Seninya mengaburkan batas antara memori, identitas, dan sejarah, menggunakan berbagai medium untuk menceritakan kisah-kisah yang terasa personal namun universal.
Warisan budaya Asia Selatan dan Asia Tenggara Rizibë memainkan peran penting dalam membentuk pandangan artistiknya. Dari detail rumit tekstil India hingga kedalaman filosofis yang sering terlihat dalam seni Asia Selatan, karyanya membawa nuansa kekayaan budaya. Pengaruh ini memungkinkan dia untuk mengekspos kerajinan dan detail visual dekoratif serta rumit yang berakar pada pengaruh Asia Tenggara. Keakrabannya dengan tekstil dan kain juga berasal dari latar belakang budaya diaspora, yang terlihat dalam eksplorasi kreatifnya yang banyak menggunakan kain—terutama dalam seri "Mask" yang cukup menonjol dibanding seri lainnya.
Seri "Mask" lahir selama pandemi, saat masker menjadi bagian universal dari kehidupan sehari-hari. Namun, pendekatan Rizibë terhadap masker terasa lugas dan tak terduga—masker-maskernya seolah sedang bersiap menyelam, hampir seperti berada di ambang transformasi. Melalui seri ini, sepertinya dia menggali makna personal dari masker dan metafora yang ada dari masker itu.
Mask: Plunger I, 45x58cm, Cotton, embroidery, foamcore, 2024
Dari seri "Mask" ini, kita bisa melihat bahwa Rizibë tidak membiarkan warisan budaya mendefinisikan dirinya. Sebaliknya, dia membiarkan hal itu membimbing eksplorasi dan perspektifnya terhadap pengalaman hidupnya, memadukan pengaruh tradisional dengan teknik dan material modern. Ini sangat-amat masuk akal, mengingat latar belakangnya di dunia periklanan dan desain grafis. Kombinasi unik ini memberi nuansa dualitas yang menarik—seperti percakapan antara introspeksi yang sangat personal dengan momen yang lebih luas dan kekinian–seolah sedang merajut masa lalu dan masa kini, yang personal dan yang universal, pada saat bersamaan.
"Isle Promise": Ruang untuk Optimisme
Pameran tunggal Rizibë, "Isle Promise (Only Count the Hours That Are Bright)", adalah tentang menciptakan momen-momen positif dan seimbang. Dengan menuangkan afirmasi diri ke dalam bentuk seni, Rizibë mengeksplorasi gagasan mengenai harapan sebagai cara untuk menghadapi pasang-surut kehidupan, juga merefleksikan pengalamannya selama era pandemi.
Pendekatan Rizibë terhadap pameran cukup unik—pameran tunggalnya sejauh ini berkisar pada tempat atau peristiwa. Entah itu Poolympics (2021), Villa Sun Plaza (2014), atau Prose Mountain Revue (?), gaya penamaan ini mencerminkan latar belakang diasporanya dan pengaruh perjalanannya selama masa pembentukan dirinya. Pengalaman-pengalaman ini memberi sentuhan ringan dan positif pada karyanya, yang bisa kita lihat dalam gaya khasnya: garis-garis sederhana namun berlapis yang terasa effortless tapi penuh pemikiran mendalam.
Untuk pemerannya di RAD, Rizibë menuangkan semua pengalaman ini ke dalam serangkaian karya yang mewujud dalam rupa mimpi tropis, gestur lembut, dan garis-garis halus. Visualnya berlapis, sering kali dengan sentuhan permainan kata, menciptakan nuansa ringan yang hampir seperti mengambang berkat penggambaran garisnya yang sederhana. Dari situ, kita bisa merasakan pandangan optimisnya tentang kehidupan pulau—seolah dia mengajak kita masuk ke dunia di mana semuanya terasa sedikit lebih lembut, sedikit lebih cerah, dan jauh lebih fokus pada hal-hal yang esensial.
Koleksi Isle Promise yang penuh afirmasi disajikan dalam berbagai medium dan beresonansi dengan banyak penonton. Di masa pandemi, Rizibë kembali menyentuh sisi musikalitasnya. Rizibë pernah bekerja sebagai desainer grafis untuk klub di Singapura, Zouk, yang sekarang sudah tutup permanen. Banyak dari seri afirmasi ini terinspirasi oleh musik, lirik, dan juga tampilan organik yang akan menambah ritme eksternal pada karyanya. Salah satu karya paling memorable dari koleksi ini adalah "Aubade II", sebuah karya kain yang terbuat dari busa serta katun mentah dan celup. Karya ini menampilkan kata-kata dari lirik lagunya, “let the constellations of stars light your way out of the dark xx,” yang dijahit ke permukaannya.
Aubede II, 100x100cm, Raw cotton, dyed cotton, foamcore, 2023
Karya Rizibë adalah pengingat yang sederhana tapi kuat tentang bagaimana cerita pribadi bisa terhubung dengan tema universal seperti harapan, ketahanan, dan misteri alam semesta. Ada nuansa optimis sekaligus melankolis dalam karyanya yang membuat kita semua bisa relate. Karyanya menyentuh kerinduan kita akan optimisme, momen refleksi, dan upaya menemukan cahaya di tengah kegelapan. Perpaduan visual organik dan teknik appliqué juga memberi tekstur unik pada karya-karya kainnya, membuatnya berbeda dari yang lain.
Kolaborasi dan Sentuhan Manusia
Untuk mewujudkan ide-ide besar, banyak yang bilang diperlukan dibutuhkan kolaborasi dengan banyak orang. Prinsip ini mengingatkan kita pada Gerakan Seni dan Kerajinan (Art and Craft Movement) yang digagas John Ruskin dan William Morris di Inggris. Gerakan ini menekankan bahwa keindahan sejati lahir dari kerajinan tangan, bukan mesin atau produksi massal. Rizibë pun punya pendekatan serupa—dia menghargai sentuhan manusia dan cerita unik yang dibawa setiap pengrajin ke dalam karyanya.
Sebagai desainer yang terbiasa berkolaborasi, Rizibë memilih sendiri setiap pengrajin yang dia ajak bekerja sama. Dia selalu terbuka untuk mencoba kemitraan atau teknik baru karena percaya bahwa inilah yang membuat karyanya tetap segar dan penuh makna.
Tapi, kolaborasi ini bukan cuma soal kerja sama—ini juga soal kontrol. Butuh banyak diskusi, keahlian, dan kompromi untuk mewujudkan ide menjadi nyata. Rizibë merasa Bali memberinya tim yang sempurna untuk ini. Seiring waktu, dia membangun jaringan penjahit, tukang las, dan pembuat bingkai yang membantunya menghidupkan visinya.
Dia memastikan setiap garis yang dia gambar di kertas bisa diwujudkan dalam medium lain, tapi dengan sentuhan khas para pengrajin. Misalnya, dalam seri gambarnya, dia menggunakan tinta biru tua untuk membuat garis-garis bersih yang menggambarkan pemandangan pantai. Nah, dalam karya lasnya, garis-garis itu diubah menjadi kata-kata. Ini menunjukkan bagaimana dia menyeimbangkan antara melepaskan kontrol—memberi ruang bagi sentuhan orang lain—tapi tetap setia pada gaya dan visi pribadinya sendiri.
Quippers I, 50x32.5cm, Acrylic on paper, 2024
Selama residensinya, Rizibë seperti seorang penjelajah yang terus mencari batas baru. Dia bermain-main dengan tekstil, kawat, dan bahan-bahan tak biasa, seolah sedang merajut mimpi menjadi nyata. Karya-karyanya ini adalah cerminan semangat eksplorasi yang RAD tanamkan—di sini, seniman diajak untuk keluar dari zona nyaman, memutar ulang cara berpikir, dan menulis ulang cerita mereka. Bisa dibilang, residensi ini jadi semacam "dapur kreatif" buat Rizibë, tempat dia mengolah ide-ide mentah jadi sajian karya yang penuh rasa.
Sounds Like Nobody Else,40x42cm, Spray painted welded steel, 2023
Residensi yang Penuh Makna
Residensi Rizibë d RAD tahun 2024 bukan sekadar babak baru dalam perjalanan artistiknya; ini adalah pertemuan sempurna antara nilai-nilai dan visi—bisa dibilang seperti jodoh yang sudah diatur oleh semesta.
RAD, yang dikenal dengan misinya menciptakan ruang di mana "seniman dari berbagai disiplin dan latar belakang bisa menyelami wilayah kreativitas yang belum terjamah—mengeksplorasi, bereksperimen, dan merajut narasi yang menyuarakan identitas unik mereka," menjadi tempat yang ideal bagi eksplorasi artistik Rizibë.
Dengan fokus pada keragaman budaya dan inklusivitas, residensi ini memberi Rizibë ruang untuk menyelami gaya interdisiplinernya dan merayakan warisan budaya yang bak melting pot. Karyanya, yang memadukan cerita pribadi dengan tema budaya yang lebih luas selaras dengan tujuan RAD untuk merangkul keragaman—tidak hanya dalam hal asal usul, tapi juga cara berpikir dan berekspresi.
Penulis Tiarama, yang juga mengkurasi pameran ini, merangkum sinergi ini dengan mengatakan, “Permainan dimensi dan penempatan Isle Promise di Ruang Arta Derau menawarkan pengalaman menjelajah dan menemukan keseimbangan di berbagai tahapan. Setiap karya berkontribusi secara dinamis pada refleksi keseluruhan, menumbuhkan optimisme tanpa mengurangi makna atau fungsinya.”
Tak kalah penting dan seru, di hari yang sama dengan pembukaan pamerannya, kami juga berkolaborasi dengan Gurat Institute—komunitas seni yang fokus pada narasi arsip seni visual Bali—untuk mengadakan acara seniman berbincang (artist talk) bersama Rizibë. Dipandu oleh salah satu anggota Gurat Institute, Savitri Sastrawan (jangan lupa cek Instagram-nya—dia adalah penulis dan peneliti seni yang berbakat), acara bertajuk Ngorte Geles (ini Bali untuk “bercerita dan membaca”) ini memberi kita wawasan mendalam tentang proses kreatif Rizibë, inspirasinya, serta ide-ide di balik pamerannya. Savitri juga menyoroti bagaimana latar belakang transkultural Rizibë yang unik dan dinamika warisan budayanya menambah lapisan menarik pada karyanya. Rizibë sepakat dengan pandangan Savitri bahwa Bali sudah menjadi pusat kreatif sejak abad ke-17—menyambut seniman dari mana saja untuk datang, berkarya, dan menghasilkan sesuatu yang luar biasa.
Jadi, tidak heran kalau residensinya ini benar-benar mencerminkan apa yang RAD usung. Ada keragaman, kreativitas, dan gaya storytelling yang menyentuh hati kita. Lengkap!
Harapan sebagai Afirmasi, Afirmasi sebagai Harapan
Karya Rizibë bukan cuma untuk dilihat—tapi juga untuk dirasakan. Kemampuannya merajut identitas budaya, afirmasi pribadi, dan tema universal seperti harapan membuat karyanya terasa jujur, rentan, dan menyentuh hati.
Residensinya di sini lebih dari sekadar babak kreatif; ini adalah momen pertumbuhan, refleksi, dan eksperimen. Melalui pameran Isle Promise dan karya seperti Aubade II, Rizibë mengingatkan kita bahwa harapan bukan sekadar emosi sesaat—itu adalah cara untuk bertahan hidup. Sesuatu yang kita latih, dan sesuatu yang kita bagikan.
Kami yakin perjalanan Rizibë masih panjang, tapi dengan pamerannya di RAD, dia menyajikan paduan sempurna antara harapan yang berani dan optimisme yang membumi—sesuatu yang terasa sangat relevan mengingat lika-liku hidup yang penuh kejutan dalam beberapa tahun terakhir, dan ke depannya akan terus relevan.